TENGGARONG – Puskesmas Sebulu 1, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), menorehkan kisah inspiratif lewat program inovatif BESTIE KU TBC (Bersama Terintegrasi Mendukung Eliminasi TBC).
Diluncurkan sejak 2022, program ini menjadi titik balik penanganan Tuberkulosis (TBC) di Kecamatan Sebulu yang selama ini identik dengan kasus menahun, minim kesadaran, dan penuh stigma.
Program yang digagas oleh perawat senior Nuryani ini mengusung semangat lokal "Betulungan Etam Bisa", sejalan dengan misi Bupati Kukar Edi Damansyah.
BESTIE KU TBC bukan hanya soal medis, tetapi juga pendekatan sosial dan psikologis secara menyeluruh kepada para penderita.
“Kami ingin memastikan pasien tidak hanya sembuh secara fisik, tapi juga tidak merasa sendiri. Dukungan moral dan lingkungan adalah bagian penting dari proses penyembuhan,” ujar Nuryani, Minggu (4/5/2025).
Penyakit TBC pernah menjadi momok menakutkan di Sebulu. Banyak warga memilih diam, menutupi sakit, atau bahkan menghentikan pengobatan karena takut dikucilkan.
Supriadi (48), warga Desa Sanggulan, merupakan salah satu mantan pasien TBC yang kini sembuh total berkat pendampingan BESTIE KU TBC. Ia mengakui awalnya merasa malu dan enggan berobat karena stigma dari lingkungan sekitar.
“Dulu saya kira kalau sakit TBC itu aib. Saya sempat berhenti minum obat karena takut orang-orang tahu. Tapi kader datang terus ke rumah, dampingi saya, jelaskan kalau TBC bisa sembuh. Itu yang bikin saya semangat lagi,” ungkapnya.
Ia kini menjadi relawan lokal, membantu kader menyosialisasikan pentingnya deteksi dini dan disiplin pengobatan kepada warga lainnya.
Rangkaian Inovasi di Balik Program BESTIE KU TBC
Program ini memiliki sejumlah pendekatan strategis yang menyentuh banyak aspek kehidupan pasien:
• Pelatihan Kader Desa
Kader kesehatan dilatih menjadi pelacak kasus, pengingat jadwal minum obat, sekaligus pendamping emosional.
• Pendekatan Spesialisatif
Dokter paru rutin hadir memberi pelayanan langsung di Puskesmas, khususnya bagi kasus berat.
• Kolaborasi Lintas Sektor
Pemerintah kecamatan, desa, Dinas Kesehatan, hingga tokoh masyarakat ikut mendukung pelaksanaan program ini.
• Penjangkauan Sosial dan Ekonomi
Pasien TBC mendapat bantuan informasi, logistik, serta dukungan agar tetap produktif selama masa pengobatan.
Rina Marlina (36), warga RT 05 Sebulu Ilir, juga menyampaikan betapa pentingnya peran kader dan komunikasi yang ramah selama proses penyembuhan sang adik yang mengidap TBC.
“Awalnya kami bingung karena adik saya kurus terus dan batuknya parah. Tapi berkat penyuluhan dan kunjungan dari kader, kami tahu itu TBC dan bisa sembuh. Sekarang dia sudah sehat dan kembali kerja,” ucap Rina bersyukur.
Buyung Sasmita, Sekretaris Camat Sebulu, menilai program ini sebagai contoh ideal model pelayanan kesehatan masyarakat yang menyentuh akar masalah.
“BESTIE KU TBC bukan sekadar program medis. Ini model gerakan sosial yang membangun kepercayaan warga terhadap layanan kesehatan,” ujarnya.
Program ini telah mencatat pencapaian luar biasa. Angka deteksi kasus meningkat signifikan, tingkat kesembuhan membaik, dan yang terpenting, stigma sosial mulai terkikis.
Pengakuan atas keberhasilan program ini juga ditandai dengan penghargaan di ajang Pekan Inovasi Daerah 2022.
Nuryani menegaskan bahwa perjuangan belum selesai. Namun ia optimistis bahwa dengan kerja sama semua pihak, eliminasi TBC bukan sekadar cita-cita.
“Selama kader tetap semangat, warga terbuka, dan pemerintah konsisten mendukung, saya yakin 2030 kita bisa bebas dari TBC,” tutupnya.
Melalui semangat Betulungan Etam Bisa, BESTIE KU TBC bukan hanya menyembuhkan tubuh, tetapi juga memulihkan harapan. Ia menjadi contoh nyata bahwa perubahan besar bisa dimulai dari desa, dan dilakukan bersama-sama. (adv)