TENGGARONG – Dari pembangunan jalan setapak yang dulu becek, pendirian poskamling yang sempat vakum, hingga penyediaan tenda untuk hajatan warga—semua dilakukan tanpa proyek besar, tanpa tender panjang.
Hanya lewat musyawarah warga, Rp50 juta dana bantuan berbasis RT dari Pemkab Kutai Kartanegara mampu menjadi penggerak perubahan nyata di Kelurahan Maluhu, Kecamatan Tenggarong.
Program ini lahir dari Peraturan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 63 Tahun 2021, yang memberi kewenangan langsung kepada masing-masing RT untuk mengelola dana bantuan keuangan secara mandiri.
Di Maluhu, program ini tak hanya disambut antusias, tapi juga dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan partisipasi.
“Ini adalah bentuk kepercayaan dari pemerintah yang benar-benar terasa di masyarakat. Dana Rp50 juta itu terasa besar karena langsung menyentuh kebutuhan lingkungan,” ujar Lurah Maluhu, Tri Joko Kuncoro, Sabtu (22/3/2025).
Ia menyebut, penggunaan dana tak ditentukan sepihak. Semua dilakukan melalui musyawarah RT bersama kelompok kerja (pokja) dan warga setempat. Hasilnya, penggunaan dana benar-benar sesuai kebutuhan riil.
“Ada yang membangun poskamling karena sudah lama tidak aktif, ada pula yang memfungsikan kembali posyandu sebagai tempat edukasi kesehatan balita. Bahkan, kebutuhan tenda dan kursi untuk acara warga pun bisa dibeli secara gotong royong lewat dana ini,” jelas Joko.
Salah satu RT di Maluhu bahkan memanfaatkan dana untuk memperbaiki akses jalan lingkungan yang sudah rusak bertahun-tahun. Jalan kecil itu, walaupun hanya selebar dua meter, menjadi urat nadi aktivitas harian warga—dari mengantar anak ke sekolah hingga mengangkut hasil panen kebun kecil.
“Dulu kalau hujan, jalan itu becek dan rawan terpeleset. Sekarang sudah dicor. Ibu-ibu yang bawa anak pakai motor tidak takut jatuh lagi,” ungkap Sunarti, warga RT 11 yang ikut dalam musyawarah.
Tak hanya itu, warga juga menggunakan dana untuk membeli alat semprot disinfektan, tong sampah komunal, hingga perlengkapan kebersihan untuk menjaga lingkungan tetap sehat. Semua item disesuaikan dengan kebutuhan lokal, bukan berdasarkan proyek copy-paste.
Hal yang tak kalah penting, pengelolaan dana ini diawasi secara ketat. Setiap pengeluaran wajib disertai Surat Pertanggungjawaban (SPJ) lengkap. Pemerintah kelurahan pun secara berkala melakukan pembinaan agar administrasi dan pelaporan berjalan sesuai aturan.
“Alhamdulillah, sejauh ini SPJ-nya tertib dan penggunaan anggaran juga berjalan lancar. Ini membuktikan bahwa warga bisa mengelola anggaran dengan akuntabel,” tegas Joko.
Lebih dari sekadar uang, program ini telah menjadi sarana pendidikan demokrasi partisipatif di level akar rumput. Warga tak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga penentu arah pembangunan lingkungannya sendiri.
Program ini, menurut Joko, adalah bukti bahwa kekuatan membangun Kukar tidak harus dimulai dari atas, tapi bisa juga dari lorong-lorong sempit, dari meja-meja musyawarah sederhana di tingkat RT.
“Kalau semua RT semangat seperti ini, Kukar bisa maju dari bawah, dari komunitas kecil yang punya semangat besar,” pungkasnya. (adv)