Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menggelar Forum Lintas Perangkat Daerah dalam rangka penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) Perangkat Daerah Tahun 2025–2029. Forum ini menjadi ajang penting untuk merumuskan arah kebijakan pembangunan daerah secara terkoordinasi dan berkelanjutan, dengan mengedepankan sinergi lintas sektor.
Kegiatan yang berlangsung dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari organisasi perangkat daerah ini diarahkan untuk menjawab tantangan pembangunan secara holistik. Fokus pembahasan mencakup sejumlah isu strategis, mulai dari layanan dasar kesehatan, pembangunan infrastruktur, pemberdayaan desa, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Salah satu sorotan utama adalah kebutuhan mendesak akan SDM unggul di sektor kesehatan. Dalam diskusi, muncul usulan untuk menyesuaikan skema kontrak kerja tenaga medis dengan kebutuhan daerah, terutama bagi wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan dokter spesialis seperti dokter bedah dan spesialis paru.
Tak kalah penting, persoalan akses terhadap layanan kesehatan di daerah terpencil juga menjadi perhatian. Forum menyepakati perlunya sinkronisasi program infrastruktur pendukung, seperti transportasi dan penyediaan hunian bagi tenaga medis maupun masyarakat, guna mengurangi hambatan logistik pelayanan kesehatan.
Terkait isu stunting, forum menekankan bahwa upaya penurunan prevalensi tidak hanya bergantung pada intervensi balita, tetapi juga harus dimulai sejak masa remaja dan kehamilan. Edukasi gizi dan kesehatan reproduksi menjadi strategi preventif yang akan diperkuat melalui sinergi dengan dinas teknis lainnya.
Selain itu, tantangan lingkungan hidup seperti keterbatasan akses air bersih di beberapa daerah turut dibahas. Pemerataan fasilitas air bersih dinilai penting dalam menunjang kesehatan masyarakat dan menurunkan potensi penyebaran penyakit menular.
Mewakili Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim, Roslindawaty menekankan bahwa salah satu strategi penting dalam perencanaan pembangunan adalah penguatan kelembagaan desa dan Posyandu.
“Strategi penguatan Posyandu yang kami dorong bukan lagi sebatas layanan kesehatan ibu dan anak, tetapi mencakup enam bidang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Ini adalah bentuk pendekatan yang lebih komprehensif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dan kelurahan,” jelas Roslindawaty dalam forum tersebut.
Ia juga menyampaikan bahwa penguatan kelembagaan Posyandu akan dilakukan melalui penataan organisasi, pembentukan Tim Pembina Posyandu di seluruh tingkatan pemerintahan, serta peningkatan kapasitas kader dan pengurus Posyandu. Revitalisasi kelembagaan ini diharapkan menggantikan peran Pokjanal dan Pokja Posyandu yang selama ini menjadi struktur lama.
“Posyandu hari ini kita dorong menjadi mitra aktif pemerintah desa, bukan hanya pelaksana program. Mereka adalah garda terdepan pelayanan dasar di tingkat masyarakat, dan itu membutuhkan penguatan peran yang lebih jelas serta terukur,” tambahnya.
Dalam sesi diskusi teknis, perwakilan perangkat daerah juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara Posyandu dan Tim Penggerak PKK sebagai pelopor pelaksanaan SPM di tingkat lokal. Integrasi program antarlevel pemerintahan dan keterlibatan aktif masyarakat dinilai sebagai faktor utama dalam membangun kelembagaan desa yang tangguh dan responsif.
Forum lintas sektor ini diharapkan menjadi titik tolak lahirnya kebijakan dan program yang mampu menjangkau masyarakat secara lebih adil, merata, dan berdampak langsung. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menargetkan agar hasil forum ini menjadi fondasi kuat dalam membangun layanan publik yang inklusif dan berkelanjutan hingga ke pelosok desa. (Adv/DpmpdKaltim/Ion)
