Samarinda - Gagasan penerapan sistem pemilihan kepala desa (Pilkades) secara elektronik atau e-voting kini tengah menjadi bahan pembahasan Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pilkades DPRD Kabupaten Paser. Namun, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim menyampaikan bahwa sistem tersebut masih belum memungkinkan untuk diimplementasikan di wilayah Kaltim dalam waktu dekat.
Kepala Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan DPMPD Kaltim, Dakwan Diny mengungkapkan, bahwa hingga saat ini belum ada satu pun dari 841 desa di Kalimantan Timur yang melaksanakan Pilkades menggunakan sistem e-voting.
“Nah, mereka (Pansus) fokus ke pemilihan kepala desa e-voting. Karena belum ada di Kalimantan Timur yang melaksanakan Pilkades secara e-voting. Dari 841 desa, belum ada,” tegasnya, Selasa (24/06/2025).
Ia mencontohkan Kabupaten Paser yang sempat menyatakan keinginan untuk melaksanakan Pilkades dengan sistem e-voting, namun banyak kendala teknis yang menghambat.
“Memang saya dengar Paser memang mau melaksanakan inovasi ini. Cuma, itu banyak kendalanya. Di samping IT-nya harus mengerti pelaksananya, kemudian jaringannya, terutama listriknya. Kalau di desa tidak ada listrik, percuma. Tidak mungkin,” jelasnya.
Menurutnya, pelaksanaan Pilkades e-voting tidak hanya soal perangkat teknologi, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan partisipasi masyarakat.
“Masyarakat desanya kan diharapkan partisipasinya tinggi. Diharapkan malah 100 persen. Cuma kadang-kadang yang manual saja, 80 persen pun sudah dianggap tinggi. Apalagi sampai 100 persen, mungkin tidak ada,” terangnya.
Ia mengakui bahwa e-voting memiliki banyak kelebihan, terutama dalam hal efisiensi waktu dan penghematan anggaran. Masyarakat tidak perlu lagi datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara fisik, cukup dengan perangkat digital. Namun, ia menekankan bahwa efisiensi itu hanya bisa diraih jika seluruh pendukungnya tersedia dan SDM mumpuni.
“Cuma kan itu perlu perangkat yang memadai. Paling tidak untuk mendukung pelaksanaan Pilkades secara e-voting. Kalau alat secanggih itu tidak bisa digunakan, percuma juga,” tegasnya.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan bahwa setiap daerah memang diberikan keleluasaan oleh pemerintah pusat untuk menyusun regulasi sendiri terkait Pilkades, termasuk jika ingin menggunakan metode e-voting.
“Kami hanya menyarankan. Provinsi itu tergantung kabupaten/kota. Silakan membuat regulasi sendiri tentang PKD secara e-voting. Karena memang diberi keleluasaan oleh pemerintah pusat untuk itu,” jelasnya.
Ia juga merujuk pada data historis bahwa sejak tahun 2013 hingga 2023, sudah ada beberapa provinsi di Indonesia yang melaksanakan Pilkades secara e-voting. Namun, untuk wilayah Kalimantan Timur, belum ada yang melaksanakan sistem tersebut, terutama karena faktor geografis yang tidak mendukung.
“Geografis kita ini tidak memungkinkan untuk melaksanakan Pilkades secara e-voting. Kondisi desa-desa berbeda, jaringan belum memadai, dan listrik belum semua tersedia. Jadi ya, kami menilai belum memungkinkan untuk diterapkan sekarang,” pungkasnya.
DPMPD Kaltim pun memilih untuk fokus terlebih dahulu pada upaya sinkronisasi jadwal Pilkades secara manual agar bisa dilaksanakan serentak di berbagai kabupaten/kota sebelum memikirkan transisi ke sistem digital.(Adv/DpmpdKaltim/Ion)