media-masa.id - Pada Senin, 3 Juni 2024, Menteri Sekretaris Negara Pratikno secara resmi mengumumkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberhentian Bambang Susantono dari jabatannya sebagai Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Pengumuman ini dilakukan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pengunduran diri Bambang Susantono menimbulkan spekulasi di masyarakat, kata Abdul Khairin, anggota DPRD Kota Samarinda. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN.
Khairin mengeluhkan kekurangan kepemimpinan di OIKN saat ini. Dia menyatakan bahwa Bambang dapat mengundurkan diri karena sejumlah alasan penting, terutama yang berkaitan dengan persiapan upacara 17 Agustus yang akan diadakan di halaman Istana Presiden di ibu kota baru.
“Selain alasan-alasan penting tersebut, banyak persiapan yang diperlukan, dan mungkin Bambang merasa tidak mampu melaksanakannya,” katanya pada hari Sabtu (15/6/2024).
Selain itu, Khairin melihat dari sudut pandang politik bahwa banyak kepentingan politik akan memengaruhi upacara 17 Agustus yang akan datang. Banyak orang menganggap proyek IKN dipaksakan, tetapi keberhasilan upacara ini akan dianggap sebagai tonggak kesuksesan Presiden Jokowi dalam memajukan ide IKN.
Saya bersikap netral. Dia menegaskan bahwa apapun yang terjadi pasti akan sesuai dengan takdir Allah. Ini juga berlaku untuk upacara 17 Agustus di IKN nanti, yang akan terjadi atas izin Allah.
Khairin berpendapat bahwa dalam situasi penting ini, seseorang dengan latar belakang militer adalah yang paling cocok untuk memimpin IKN. Menurutnya, jika reputasi bangsa terancam di mata dunia, situasi ini membutuhkan pemimpin yang tegas.
"IKN membutuhkan pemimpin yang tegas, dan saya pikir yang memiliki latar belakang militer adalah yang paling sesuai," katanya.
Karena Partai Gerindra mendukung Presiden terpilih Prabowo Gibran, Khairin berharap mereka dapat melanjutkan pembangunan IKN dengan mengatasi masalah seperti kekurangan air, infrastruktur yang dipaksakan, dan kepemilikan lahan.
Dia menyimpulkan, “Itulah dinamika pembangunan wilayah yang kemudian diubah menjadi IKN.”
