UMKM Kutim Butuh Pendampingan dan Pelatihan yang Lebih Tepat Sasaran
Kutai Timur – Pendampingan dan pelatihan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kutai Timur (Kutim) dinilai masih kurang tepat sasaran.
Sekretaris Komisi B DPRD Kutim, Leny Susilawati Anggraini, menyoroti pentingnya pemetaan potensi UMKM agar program yang diberikan benar-benar efektif dan sesuai kebutuhan.
Menurut Leny, potensi UMKM di Kutim sebenarnya cukup besar, namun berbagai program pelatihan dan pendampingan yang ada belum sepenuhnya menyasar pelaku usaha yang benar-benar membutuhkan.
"Pemerintah daerah harus lebih jeli memetakan potensi UMKM. Cari tahu siapa yang membutuhkan pelatihan, apa potensinya, dan bidang apa yang diminati. Setelah itu, baru kita fasilitasi sesuai dengan kebutuhan mereka," ujar Leny (11/11/2024).
Ia menekankan pentingnya membekali pelaku UMKM tidak hanya dengan pelatihan, tetapi juga dengan perlengkapan yang mendukung usaha mereka. Misalnya, pelaku usaha kuliner dapat diberi peralatan seperti oven atau mixer setelah mengikuti pelatihan yang relevan.
"Kalau pelatihan sudah ada dan peralatan sudah disediakan, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak menjalankan usahanya. Jika tetap tidak bekerja, berarti mereka memang tidak serius mengembangkan UMKM-nya," jelasnya.
Lebih lanjut, Leny menyebut bahwa pelatihan harus diarahkan sesuai potensi UMKM masing-masing. Misalnya, jika pelaku usaha memiliki minat di bidang kuliner, maka pelatihan dan bantuan harus difokuskan di bidang tersebut, bukan diarahkan ke sektor lain.
"Kita harus pastikan program yang diberikan relevan dengan potensi mereka. Jangan sampai pelaku usaha kuliner diarahkan ke bidang lain yang tidak sesuai. Itu justru akan membuang-buang peluang," tambahnya.
Terkait dukungan tambahan, Leny juga mengusulkan adanya sertifikasi yang dapat membantu pelaku UMKM meningkatkan kredibilitas usahanya.
Hal ini, menurutnya, akan memberikan nilai tambah dan mendorong pengembangan usaha lebih jauh.
Namun, untuk urusan permodalan, Leny mengingatkan bahwa perlu regulasi yang jelas karena melibatkan pihak ketiga seperti perbankan. Bantuan modal harus sesuai aturan, misalnya melalui bunga rendah, tetapi tetap realistis.
"Kalau soal permodalan, harus sesuai aturan. Misalnya bunga rendah, tetapi tidak bisa sampai nol persen karena penyedia modal adalah pihak ketiga. Itu harus dikaji lebih dalam," katanya.ADV